Sesajen Hardiknas, “Guru Untuk Zaki”

hardiknasHari ini adalah tatap muka terkahir perkuliahan, makanan beralas daun pisang bak sesajen sudah terhampar di tikar. 3 bulan kebersamaan tak terasa sudah berada di detik-detik perpisahan. Ya, di sini, di SGI (Sekolah Guru Indonesia), salah satu program Dompet Dhuafa University yang terlaksana di beberapa provinsi dan kota di Indonesia.

Entahlah, rasanya begitu menyentuh. Bertemu dengan barisan para guru hebat. Guru terpilih dari seluruh pelosok Sumatera Selatan. Dipertemukan dalam kelas untuk saling menimba dan sharing ilmu bersama para trainer junior (tunggu kisah F4 di chanel yang sama, www.catatanrehelmi.wordpress.com, insya allah segera direlease tulisannya, tentang 4 orang keren yang sudah menjadi jembatan ilmu bagi kami mahasiswa SGI cabang Ilir Barat 1).

Jujur, miris jika mengingat penuturan seorang guru hebat dari Indralaya, salah satu daerah di Sumatera Selatan. “iya pak, buk, masih ada guru yang menyuruh seorang anak untuk membersihkan ikan sepat kecil-kecil di saat jam pelajaran berlangsung, dalihnya karena si anak nakal saat di kelas”. Inikah potret pendidikan Indonesia saat ini?

Belum lagi cerita sekolah pinggiran yang ada di sebrang pulau terpencil, yang terkenal dengan istilah one school one teacher , 1 sekolah hanya memiliki 1 orang guru. Syediiiiiiihhh…

Panjang cerita jika ingin bertutur kata, hingga kelas siang ini rasanya mulut ini benar-benar tertutup rapat saat mendengar kisah perjuangan seorang guru hebat. Jika kemaren ada kisah Bunda Kartini, hari ini adalah Bunda Nur Arsyanti.

Seorang guru cantik yang dikaruniai seorang anak bernama Zaki. Zaki, anak yang imut, usianya sekarang 10 tahun.

“Dulu saat lahir, Zaki terlahir normal. Hingga di usianya memasuki satu tahun peristiwa yang benar-benar memukul kami terjadi. Zaki mendadak kembali seperti bayi lagi, tidak bisa apa-apa, jangankan bicara lancar berjalanpun tak bisa. Jujur, saya benar-benar shock”.

Karena apa yang kita harapkan tak selamanya kan terkabulkan detik itu juga.

“saya berjuang kesana kemari mencarikan obat untuk Zaki, tapi apa yang saya dapat? Hambar… para dokter bilang Zaki tidak sakit apa-apa. Pilu… saat saya harus menghadapi ini”

Penjuru kelas menjadi hening seketika, lalu ada satu suara yang menyela, “tapi alhamdulillah ya bun, papa Zaki setia menemani perjuangan ibu”.

Detik itu juga, hujan dari kedua bola mata bunda tak terbendung lagi, tangannya tak kuasa untuk tidak menyeka banjir dipipinya, “jujur, di awal papa Zaki tidak menerima keadaan Zaki, saya berjuang sendirian… sendirian… saya gendong Zaki kemanapun saya pergi. Saya tak pernah malu untuk membawa Zaki ke setiap agenda saya, arisan, pengajian, dimana ada Zaki pasti ada saya. Saya benar-benar sendiri waktu itu”.

Yang sangat disesalkan Bunda Nur adalah bahwa perubahan Zaki ini terjadi sejak imunisasi HIB yang didapat Zaki saat umurnya 1 tahun itu. “entahlah, saya benar-benar menjadi pembelajar yang tangguh, mau tidak mau saya harus menjadi peneliti dadakan, berjuang mencari tahu penyebab dan apa sebenarnya penyakit Zaki. Saya tidak ingin menyalahkan imunisasi, mungkinkah ini kebetulan semata? Allahu a’lam”.

Kelas dengan cuaca panas mendadak mendung, “Tapi alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, papa Zaki akhirnya menemani kembali perjuangan saya. Mungkin sakit rasanya saat ia biarkan saya menggendong Zaki kemana-mana hingga Zaki berumur 6 tahun. Saya masukkan Zaki ke sekolah, TK biasa, bukan khusus ABK. Saya yang menemani hari-harinya hingga habis 2 tahun di TK, saya masuk ke dalam kelasnya. Sepanjang waktu ini, saya dedikasikan seluruh jiwa raga saya untuk belajar bagaimana cara memperlakukan Zaki. Saya mau tidak mau menjadi segalanya baginya. Guru, teman, sahabat, mama bagi Zaki.”

Senyum sumringahpun mulai tampak, “saya mulai mengerti bahwa Zaki tidak bisa dipaksa, dia mau menulis, tapi saat ia sudah bosan, maka biarkan, jika dipaksa, tulisannya akan menumpuk seperti gunung sampah. Tapi bapak bunda semua liat kan? Zaki gampang akrab dengan siapa saja, jiwa sosialnya tinggi, tak kan dia biarkan orang di sekitarnya kesusahan”.

Hingga hari ini, entah apa yang terjadi pada Zaki, karena setelah konsultasipun, kata mereka ini bukan autis. Cukuplah dengan obrak abrik mbah gugel saya akhirnya mendapatkan banyak. “saya tidak mau tau, yang saya tau, saya menjadi guru di sekolah, tapi menjadi segalanya bagi Zaki”.

Cepat besar anakku sayang
Mimpi yg indah wujudkan asa
Terusik raga kibaskan semua
Saat terjaga tersenyumlah

Ini duniamu nak
Bukan cuma milik mereka
Ini perjuanganmu sayang
Bukan cerita berbalut duka

My Zaki My Everything

Sesajen terbaik, di Hari Pendidikan Nasional, bukan tentang makanan dan hidangan. Tapi tentang Zaki dan segudang pelajaran tentang kisahnya. Semoga kita semua bisa jadi pembelajar sejati. Selalu memperbaiki diri untuk pulang ke kampung nanti. Jannatii… aamiin…

#Hardiknas #SGI #SekolahGuruIndonesia #DompetDhuafa

@Rehelmi, Palembang 2 Mei 2017

 

Leave a comment